Saya, suami dan anak-anak tinggal di apartemen (kalau
di Indonesia sih disebutnya mesti condominium). Apartemen kami tidak
jauh dari sekolah anak-anak, cukup jalan kaki saja. Saya 45 tahun, suami
5 tahun lebih tua dari saya. Anak-anak kami sudah ada yang sekolah di
SMA.
Anak saya yang SMA itu namanya Bayu. Teman-teman Bayu sering
main dan menginap di apartemen kami. Kadang-kadang numpang tidur siang
juga. Biasa lah anak-anak. Ada satu temannya yang paling rapat dengan
anak saya, namanya Hasan. Mereka sekelas dan dari SMP kelas 1 memang
sudah berteman. Hasan ini sangat sopan kepada saya, dia selalu panggil
saya Tante. Saya juga kenal baik ibu Hasan yang rumahnya satu condo
dengan saya. Walau Bayu sedang keluar, Hasan masih tetap suka juga
datang dan ikut nonton TV, atau malah numpang istirahat di kamar Bayu.
Walau
Hasan sangat sopan, tetapi saya juga maklum,bahwa di usia yang abg ini,
dia mesti sedang mekar-mekarnya dan mencari tau mengenai lawan jenis.
Saya kadang-kadang bercanda juga sama dia mengenai soal punya pacar,
tetapi dia cuma nyengir dan senyum malu. Katanya kalau anak-anak
perempuan SMA sih payah, tidak menarik. Kalau udah gitu kita jadi saling
bergurau, walau tetap sopan. Di rumah saya biasa pakai daster panjang
yang sampai di bawah lutut. Sopan deh pokoknya. Yang saya tak menyadari
adalah Hasan memiliki perasaan tertarik ke saya. Mungkin karena kita
sering ngobrol di apartemen, ada Bayu atau tidak ada Bayu, Hasan dan
saya tetap saja masih juga ngobrol. Entah ya, mungkin dia pikir tingkah
laku dan cara saya ngomong elegan gitu (maklum kan ibu-ibu mesti
elegan). Dia sangat memperhatikan saya. Saya sih senang saja
diperhatikan. Walau saya awalnya tidak curiga bahwa perhatian Hasan itu
ada makna yang lain. Tetapi lama-lama saya rasa dia sering memperhatikan
gerak gerik saya dari ekor matanya, dan kalau saya pandang balik, dia
pura-pura melihat ke arah lain. Apa dia mulai memperhatikan tubuh saya?
Walau
saya sangat terhormat di lingkungan kami, dan di antara ibu-ibu. Tiada
orang yang tahu bahwa saya sangat suka browse internet dan terutama
membaca cerita-cerita yang erotik. Jadi kalau untuk member-member DS sih
mesti udah maklum dak kebayang deh bagaimana imajinasi dan lamunan saya
akibat didikan DS. Di DS, yang saya suka itu baca cerita seru dan
kadang-kadang es-lilin.
Balik pada cerita saya, saya pun mulai juga
mikirin si Hasan ini, dan menebak-nebak apa yang ada di dalam pikiran
dia. Nah, episode yang berikut ini menyadarkan saya apa yang tengah
terjadi.
Suatu hari Hasan main ke rumah dan biasa ngobrol dengan
Bayu dan saya di ruang tamu. Saya kebetulan minta Bayu pergi untuk beli
sesuatu keluar. Walau diajak, Hasan menolak untuk ikut dengan alasan
males badan lagi capek. Jadi sambil beresin rumah, saya ngobrol dan
bergurau dengan dia. Lagi-lagi terasa betapa intensnya cara dia ngomong
ke saya dan juga cara dia memandang.
Sekitar pukul 5 sore, sesuai
dengan kebiasaan harian, setelah beres-beres saya mandi. Kebetulan saja
saya mandi di kamar mandi dekat dapur, bukan di ruang tidur utama
(istilahnya master bedroom). Tiba-tiba selintas saya melihat kelebat
bayangan di celah pintu kamar mandi yang retak kecil pada sambungan
papan di pintu bagian bawah. Rasanya ada yang mengintip. Kalau ada yang
ngintip mungkin bisa keliatan kaki saya bagian bawah sampai lutut dan
paha bagian bawah saya. Tapi siapa? Bukankah di rumah hanya ada Hasan,
lagi pula dia kan pemuda yang sopan. Ah, mungkin hanya kebetulan. Saya
balik lagi meneruskan mandi. Saya bersihkan seluruh tubuh. Tiba-tiba
saya melihat lagi bayangan tadi. Ah, ini pasti Hasan. Tetapi hendak apa
dia? Apakah dia sedemikian ngebetnya ingin buang air hingga menantiku
dengan tidak sabarnya? Tiba-tiba bayangan cerita-cerita di DS menerpa,
ah apakah memang dia tertarik pada saya dan menyimpan nafsu tersendiri?
Apa ini bukan pertama dia mengintip saya sedang mandi. Atau
jangan-jangan dia mengintip saya juga di kamar, atau tempat lain?
Selesai
mandi saya lihat Hasan sedang duduk membaca majalah. Saya ke kamar,
bukan untuk ganti baju, tetapi hanya menyisir di depan cermin saja.
Lagi-lagi saya merasa diperhatikan dari balik pintu yang memang tidak
saya tutup. Gerakan Hasan di balik pintu tampak dari cermin saya. Saat
saya keluar kamar ternyata Hasan di sofa dan saya yakin dia hanya
pura-pura saja baca majalah. Tiba-tiba saya teringat ada janji mau
ketemu tetangga di condo, ada titipan dari kawan yang mesti saya ambil.
Saya beri tahu Hasan, saya akan ke tempat ibu Susi, dan balik kira-kira
sejam, jadi tolong titip rumah.
Sampai di apartemen bu Susi,
ternyata terkunci karena sedang ke luar. Wah bisa-bisanya janjian tapi
ditinggal pergi begini. Terpaksa saya balik lagi ke rumah, yang semula
maunya balik sesudah 1 jam, ini baru 15 menit sudah sampai rumah lagi.
Walau
pintu dikunci, saya tau Hasan ada di dalam. Bayu pastilah belum sampai
rumah lagi. Saya buka dengan kunci saya sendiri pelan-pelan, dan masuk
ke dalam. Karena di ruang tamu tidak ada orang, saya yakin Hasan mesti
di kamar Bayu anak saya, mungkin main computer seperti kebiasaan mereka.
Di luar pintu kamar, saya mendengar suara menderit-derit krek, krek,
krek, berulang-ulang. Saya jadi ingin tahu, saya buka perlahan pintu
kamar Bayu. Kamar-kamar di tempat saya memang tidak berkunci, kecuali
pintu masuk dan pintu master bedroom. Pintu terbuka sedikit dan saya
bisa melihat ke dalam dari celah sempit itu. Dan di dalam Hasan sedang
duduk di bangku computer. Celana panjangnya telah turun dan teronggok di
lantai dibawah bangku. Celana dalamnya tak tampak lagi. Posisi Hasan
menyamping dari saya tapi karena jaraknya yang sangat dekat ke pintu,
saya dapat melihat semua dengan jelas.
Sekarang ini mata Hasan
tertutup rapat dan bernafas berat, dengan kaki membuka, dan tangannya
mencengkeram erat batang anunya yang sedang tegak berdiri. Suara krik
krik krik bangku terdengar karena irama tangannya yang mengocok batang
keras itu berirama. Selain dari gambar es lilin di internet, selain
milik suami, saya tidak melihat lagi lelaki telanjang secara langsung.
Dan tiba-tiba sekarang saya melihat pemuda abg yang sedang terangsang
berat. Batang tegang Hasan yang tengah dia remas keras-keras itu tampak
panjang, kira-kira 12-13 cm berukuran langsing, dan tampak agak
melengkung sedikit. Kulit batangnya tampak kemerahan karena Hasan memang
putih kulitnya. Kedua kulit kantung telurnya tampak bersih tidak
berambut. Ada sedikit rambut halus dan jarang di daerah pubicnya. Saya
bisa melihat kepala batangnya berlumuran dengan air mazi bening, dan
tampak merah keras berkilat. Dari tempat saya mengintip, saya bisa
melihat sedikit pada layar computer dan melihat gambar seorang perempuan
bule yang sudah dewasa (ibu-ibu) sedang melakukan oral sex mengisap
penis pemuda bule. Batang pemuda bule itu sudah tampak tidak tegang lagi
dan diisap seperti lollipop. Muka wanita bule itu berlumuran mani si
pemuda. Saya heran, kenapa Hasan onani dengan melihat perempuan dewasa
dan bukannya perempuan muda. Tiba-tiba terbukalah pikiran saya. Selama
ini Hasan tak menyukai anak perempuan SMA karena dia lebih mengagumi
perempuan dewasa. Dan itu sebabnya dia sangat memperhatikan saya.
Terdengar
oleh saya, Hasan menggumam sambil terus meremas dan mengocok batangnya.
Walau tidak jelas yang dibisikkan, tapi sepertinya dia menggumam,
“Auh tante, jilat terus, remes dan jilat. Isep sampai Hasan keluar mani tante”.
Saya
kurang pasti, apa yang dikatakan, karena memmang nggak jelas. Saya
lihat pinggulnya mulai naik turun di atas bangku yang diduduki. Sebagai
wanita dewasa yang sudah berpengalaman, saya tahu dia mesti sudah
hamper-hampir memancurkan air maninya. Saya rasa sedikit tak enak hati
mengintip macam ini, tapi saya tidak sanggup untuk mengalihkan pandangan
mata saya dari batangnya yang merah dan basah ujungnya karena
remasan-remasan yang kencang itu. Saya merasa daerah kemaluan di antara
kedua paha saya mengecup-kecup dan kegatalan muncul di daerah itu. Saya
yakin, kebasahan mulai terjadi di sana. Sama dengan efek yang terjadi
masa saya membaca cerita di DS.
Hasan mulai terdengar mengerang
keras. Dia onani dan berfantasi dengan bebas tak menyangka kalau saya
sudah balik ke rumah dan menyaksikan pemandangan yang indah ini.
Erangannya terdengar jelas, “Ya ya tante, isep air maninya, isep kepala kontolku tante, isep airnya ….. ahhhh…”.
Sambil
mengerang demikian, tiba-tiba dia muncrat dan memancar aliran ke atas.
Pancrutan itu naik ke atas dan akhirnya jatuh lagi memancur ke bawah
mengenai seluruh bagian perut dan daerah kemaluannya. Saya tidak pernah
melihat pancrutan air mani yang demikian kencang. Tapi memang ini
pertama kali saya melihat onani abg yang sedang mengeluarkan air
maninya.
Saat itu saya sudah panas dingin, kepala saya terasa
mengambang. Meki saya terasa berdenyut dengan kegatalan yang melanda.
Saya juga merasa bagian dalam lubang kenikmatan saya mulai mengembun dan
menerbitkan kebasahan yang sangat. Tetapi pemandangan yang saya
saksikan tak membuat saya beranjak pergi.
Luar biasa sekali,
walau telah mengeluarkan air mani, batang Hasan tak juga menyurut lunak.
Batang itu masih tampak keras dan diselimuti oleh kebasahan mani dan
mazi yang ditumpahkan. Hasan masih mengurut-urut lembut batangnya. Dia
tampak merubah gambar di layar komputer, dan kini terpampang gambar lain
lagi. Seorang pemuda Cina (atau Jepang) berbaring, dan seorang wanita
dewasa (Jepang juga atau Cina) jongkok di atasnya dan memposisikan
mekinya dan anusnya di atas muka pemuda yang tampaknya seperti sedang
menjilati. Bagian mulut dan hidung pemuda tadi tampak tenggelam di dalam
kerimbunan rambut memek si wanita. Sambil jongkok wanita tadi yang
tampak sedang kenikmatan, juga memegang batang kemaluan pemuda tadi.
Kembali
Hasan mengocok batangnya yang berlumuran mani itu. Batang itu sama
sekali tidak mereda kekerasannya, panjangnya tetap tegar sepanjang 13
cm. Dan tampak berkilat karena cairan putih yang menyelimuti. Kepala
batangnya tampak semakin merah. Hasan mengocok sambil menjilati
bibirnya, sedikit mani ia oleskan dari batangnya ke bibir.
Sambil
terus mengocok dan mengecap bibir Hasan mengerang “Gimana jilatan Hasan
tante..? Enak tante? Aduh ah Hasan mau liat memek tante? Jembutnya
lebat mesti ya punya tante…? AH kocok juga punya ku tante?”
Saya
panas dingin dan tak kuasa menahan birahi, sedemikian dahsyat imajinasi
pemuda ini. Sampai-sampai dia membayangkan meki saya seperti apa. Tak
terasa jari-jari saya sudah menyelinap masuk ke dalam celana dalam.
Kebasahan yang sangat terasa di sana. Jariku mulai membelai
lipat-lipatan bibir bawah, menyebarkan kebasahan kearah kelentit yang
terasa sangat sensitive dan gatal. Sambil jari tengah menggosok-gosok
dan menekan celah-celah bibir bagian dalam meki, jempolku menekan dan
menggosok-gosok batang kelentit.
Birahi saya tak terbendung lagi.
Kegatalan itu terus memuncak menimbulkan kenikmatan yang sangat di
bagian dalam lubang memek. Saya terus onani sambil memandang onani yang
tengah dilakukan Hasan. Bau air mani terasa kuat dari batang berlumuran
yang terus dikocok kencang. Puncak kenimmatan Hasan dan saya datang
hamper bersamaan. Saya mesti menutup mulut saya dengan tangan takut
erangan dan desisan keluar dari mulut saya. Ledakan nikmat melanda, dan
badan saya kaku sejenak menikmati terpaan-terpaan rasa nikmat bersumber
dari dalam sepanjang lubang kenikmatan saya, menuju kelentit dan
meyebarkan kenyamanan di seluruh tubuh. Terasa cairan merembes keluar
dari dalam lubang saya. Ah kenikmatan yang luar biasa.
Disusul
kemudian oleh Hasan yang tampak badannya menegang “Ah remes tante batang
Hasan…”, membayangkan aksi seperti di layar komputer.
“Ah …. eh….”,
dan kemudian tampak cairan sperma merembes ke luar dari lubang di ujung
batangnya. Ada juga puncratan, tetapi tak sebanyak dan sekeras tadi.
Saya
buru-buru dengan perlahan ke luar dari rumah, menguncinya dari luar dan
berdiri di luar pintu menenangkan diri. Saya turun dengan lift ke
lantai bawah dan duduk di bawah untuk menenangkan diri. Untung juga saya
tak menjumpai orang yang saya kenal. Saya mesti tampak pucat. Walau
orang tak tahu, saya merasa pangkal paha saya lengket karena cairan meki
yang keluar tadi sudah melai mengering.
Sesudah ada lima menitan
di bawah saya naik lagi ke atas. Memencet bel di pintu. Agak lama
menunggu, akhirnya Hasan membuka pintu dari dalam.
“Ah tante sori
lama, tadi Hasan pas lagi di kamar mandi”, katanya nyengir sambil muka
dia agak terlihat pucat. Ini mesti pucat karena capek onani tadi, saya
mengatakan di dalam hati.
“Sudahlah biar, tapi tante capek, mau
istirahat”, saya cari alasan masuk ke kamar, takut dia melihat ada
perubahan-perubahan penampilan saya.
Hasan juga pamit pulang karena sudah terlalu lama di apartemen saya.
Di
ranjang saya berbaring letih. Peristiwa tadi benar-benar mengganggu,
baik fisik maupun mental. Saya mulai berpikir, mungkin Hasan telah lama
onani demikian sambil membayangkan saya. Semua erotisme yang terjadi
tadi terus bermain di benak saya. Tapi kenikmatan dan ketegangan itu tak
dapat meninggalkan pikiran saya. Apakah benar yang saya lakukan, kenapa
saya malah menikmati peristiwa tadi, dan bukannya tersinggung dan
marah. Mungkin terlalu banyak baca cerita erotik telah merubah saya.
Ah
sudahlah, biarkan yang telah terjadi tetap terjadi. Saya tak tahu
bagaimana nanti kalau berjumpa lagi dengan Hasan setelah melalui
peristiwa ini dan tahu apa yang dipikirkan Hasan tentang saya. Biarlah
itu urusan nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar